Jumat, Oktober 23, 2009

Akibat proses Western Union

Kemarin seorang warga negara Australia datang kepada saya untuk menguangkan kiriman Western Union dari seorang kerabatnya. Kebetulan kondisinya adalah dimana supervisor kami di divisi CS sedang cuti, sedangkan untuk memprosesnya, hanya ia yang berwenang menanganinya, dalam artian untuk login dan sebagainya. Sebenarnya seorang rekanku sudah memberi-tahuku untuk menolak nasabah yang bertujuan untuk Western Union (WU), namun disamping aku ini seorang yang pelupa, aku juga merasa sedikit lucu kalau menolak nasabah dengan alasan atasan sedang cuti (tapi rupanya maksud rekanku adalah menolak dengan alasan sistemnya lagi error).

Akhirnya belagak seorang pahlawan kesiangan, aku menerima nasabah Australia yang berniat mengambil kiriman uangnya dari Maryland melalui WU tersebut. Dibantu dengan supervisor pengganti yang merupakan Area Operation Manager Back Office, sebut saja namanya Ibu Irene, kami mengirimkan form yang sudah diisi oleh si bule melalui alamat imelnya ke supervisor CS kami di cabang lain untuk memproses penerimaan uang (maklum, sebagai CS kami tidak memiliki imel sendiri). Lama diam di Back Office menunggu balasan dari cabang lain, ternyata kabar yang didapat adalah koneksinya mengalami gangguan. Selang sekitar setengah jam kami menunggu, akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan proses WU ini.

Keluarlah aku menghadapi si Mr Smith (bukan nama sebenarnya). Aku memohon maaf atas ketidak-nyamanan yang sudah terjadi dan memintanya untuk datang ke kantor cabang kami yang lain atau mencobanya di bank lain. Masih dalam keadaan menjelaskan dan memohon maaf, Ibu Irene keluar dan berkata kalau kondisi di kantor cabang sudah bisa konek ke WU dengan nilai rupiah setelah dikurskan adalah sekian-sekian. Seperti tidak konsisten memang, kami menawarkan bantuan kembali pada Mr Smith mengenai WU-nya, kembalilah Ibu Irene menghubungi ke kantor cabang untuk meneruskan transaksinya.

Mr Smith berasal dari Auckland. Sambil menunggu kabar proses penerimaan WU-nya, aku mengajak Mr Smith ngobrol. Aku bercerita padanya kalau aku mempunyai saudara jauh yang tinggal di Gold Coast, "She said that it's a nice place.", kataku sok akrab. Si bule tersenyum, "Yah, it's a very nice place.", katanya menambahi komentarku tadi. Rumahnya berseberangan dengan Bond University, ceritaku sok tau, maklum...saudaraku itu mengirimkan banyak sekali foto keadaan tempat tinggalnya di Gold Coast. Dengan dibukanya pembicaraan, Mr Smith jadi ikut bertanya mengenaiku, entah mengenai keluargaku, pekerjaan papaku dan sebagainya. "My father have a boarding house.", ceritaku padanya. "Good", sahutnya. "Do you visit Balikpapan with your family?, tanyaku lagi. "No, just by myself.", sahutnya. "Ouw, where do you stay?", semakin seru aku bertanya. "Le grandeur.", katanya sambil melirik jam tangannya.

Sebenarnya pembicaraan pribadi adalah sangat tidak profesional, tapi mungkin menawarkan produk kami padanya juga hal yang tidak mungkin karena tanda pengenal yang Mr Smith miliki hanyalah passport karena ia hanyalah seorang businessman yang melakukan kunjungan bisnis ke Balikpapan. Lagipula melihat Mr Smith yang tampak mulai bosan, aku berpikir harus menciptakan pembicaraan semenarik mungkin dengannya.

Mr Smith menanyaiku "Are you married?". "Not yet.", sahutku sambil tersenyum. "Your age?", tanyanya, "dua puluh?", sambungnya lagi. Rupanya Mr Smith tahu sedikit bahasa Indonesia. "No, twenty five.", sahutku tersenyum. "Too young.", komentarnya sambil tersenyum. Entah kalau yang mengatakannya seorang bule adalah tulus dari hatinya ataukah kalimat hiburan seperti kebanyakan orang Indonesia menggunakannya, heheee...maklum, di usia 25 aku memang belum pernah menikah.

Mr Smith mengingatkanku pada kegilaan aku dan kawan-kawanku sewaktu bersama kuliah di Bali selama 5 tahun. Awal menginjakan kaki di Bali, bak turis nyasar, aku bersama kawanku yang sama-sama merantau dari Balikpapan, hampir setiap hari menyusuri pulau Bali berboncengan dengannya diatas kanzen (jenis motor matic yang ukuranny cukup besar). Kegilaan kami adalah dengan bule, walau saat itu hanya tahu sepatah dua patah kata bahasa Inggris, Pe De saja kami tersenyum-senyum yang bener-bener eye contact (alias kedap-kedip nda jelas) dengan bule di jalanan, apalagi yang cakep.

Nah suatu waktu di lampu merah menuju Sanur, motor kami berada tepat di samping mobil dua orang bule. Bule tersebut tersenyum pada kami, dan ga mungkin banget gitu lowh kalau kami ga membalasnya, begitulah sekiranya pikiran kami berdua saat itu. Ntah mereka berdua ada mengobrol sesuatu yang ga gitu jelas kami dengar, tapi sambil tetap melihat ke arah kami. Tampaknya ada juga yang ingin mereka sampaikan pada kami. Sementara kami masih tetap dengan senyuman termanis kami. Ga begitu lama, kedengaran di sela-sela pembicaraan sang bule, terselip kata Crazy-crazy gitu lah...sebodoh-bodohnya kami waktu itu, kalau sekedar kata Crazy...ya ngertilah...

Setelah lampu hijau dan motor kami mulai jalan. Kami mulai ngerumpi mengenai si bule tadi, pas nih sepasang, canda kami waktu itu. Sudah sekitar lima menit kita berpisah dengan si bule-bule tadi, barulah kami sadar kalau lampu motor kami menyala terang benderang di sore hari itu. Saat itu belum ada peraturan untuk menyalakan lampu kendaraan di siang hari. "Ya ampyun!" Kata sobatku menyadari kebodohannya. "Pantasan tadi si bule ada ngomong-ngomong crazy segala, rupanya ngatain kita toh!", kami tertawa terbahak-bahak berdua di jalan raya menyadari kedunguan kami berdua. Kami kira si bule tebar pesona, ternyata mereka bermaksud memberi-tahu untuk mematikan lampu kendaraan kami, tapi kami yang tak mengerti malah senyum-senyum nda jelas kekijilan.

Kembali pada Mr Smith. Sudah terlalu lama menunggu, aku coba menghubungi langsung ke kantor cabang, ternyata kabar yang datang sangat mengecewakan karena belum juga bisa konek ke WU. Akhirnya aku bertanya pada Mr Smith apakah mau di cancel saja karena ia sudah terlalu lama menunggu. Dengan berat hati Mr Smith mengiyakan. Aku merekomendasikan bank yang terdekat dari kantor kami, tapi Mr Smith tidak berminat, ia hanya mau ke bank internasional sehingga aku memberikan alamat kantor cabang kami yang lokasinya cukup jauh dari kantor kami. Cukup tersanjung mendengarnya. Apalagi ia tidak marah dengan kondisi yang ada, ia cukup maklum, dan ia mengatakan senang bisa berbicara denganku.

Sesungguhnya, akupun senang bisa mengobrol dengannya. Ada untungnya juga aku nekad menawarkan jasa untuk membantunya walaupun kemungkinannya ternyata sangat kecil dengan kondisi tanpa spv-ku tersayang. Maaf ya Mr Smith, our walk in customer, nice to meeting you!

3 komentar:

  1. Anniiss....dah baca semua postingan kamu..dan 4 jempol gede buat kamuu...
    Aku ga bisa nulis panjang lebar kayak kamu. tapi paling ga aku juga suka nulis2 apa aja... blog pertamaku dewa13.blogspot.com...blog keduaku dewaayudita.co.cc(tapi ilang server hostingnya rusak maklum gratisan)...dan blog ketigaku yg ini: dewaayudita.wordpress.com. Mau dibaca doang silakan..mau dilink juga silakan...mau dicuekin juga silakan..hehehe.. miss u..

    BalasHapus
  2. Siiiipppp....pake komen pancingan itu, akhirnya aku bisa juga ngebaca komen dari kamu Wa. Tnx yah komen dan pujiannya...aku mau komen juga nih di tempatmu...aku coba buka dulu yaaa...Yang masih aktif banget yang mana Wa??? Btw, yg di fb itu, cowokmu yaaa...hihihiii...cieh, jjs terus niii...

    BalasHapus