Sabtu, Desember 03, 2011

Bukan cinta-cintaan ...

Baru 2 setengah bulan menjalin kasih dengan kekasih hatiku saat ini, setelah 4 tahun yang lalu aku mengalami putus cinta. Ini adalah keempat kalinya aku menjalani hubungan kasih dengan pria. Aku memilihnya dari beberapa pria yang sempat dekat denganku. Ini memang bukan pertama kalinya kami berkenalan, bahkan 11 tahun yang lalu kami sudah saling mengenal, ia teman sekelasku ketika kelas 2 SMU, dimana saat itu aku masih lugu dan kuper, dan mengalami 'cinta-cintaan' (cinta monyet) sejak kelas 1 dengan seseorang yang bisa dibilang sama cupunya denganku. Berbeda dengannya yang gaul dan bersahabat dengan anak basket yang cukup populer di kalangan siswi-siswi SMU.


Aku dan dia bertemu kembali di sebuah plaza di kota dimana kami pertama kali berkenalan. Dia terlihat lebih kurus, dan yang membuat dia sangat berbeda karena ia memelihara kumis, yah ... kami memang sudah sama-sama dewasa, tapi yang tidak berubah dari dirinya adalah dia masih ceria seperti dulu. Kami menikmati masa-masa kebersamaan itu, hingga senja yang memisahkan di atas bendungan kota.

Setelahnya kami menghabiskan malam bersama melalui telpon untuk saling bertukar pikiran. Dan dibalik sikap cerianya, ternyata banyak sisi yang tidak aku ketahui. Dia ditinggal meninggal oleh mamanya sekitar 3 tahun yang lalu, dan sebelumnya kakak lelakinya juga sudah pergi mendahului di usia yang masih sangat muda, dan ia sempat mengalami menjadi seorang pria dengan dunia gemerlap.

Aku merasa bahwa aku dan dia sama. Banyak dari diriku yang tidak diketahui oleh orang lain. Aku sangat berduka atas kepergian tante yang paling dekat dengan diriku, karena penyakit yang memang mematikan dan belum diketahui obatnya hingga saat ini. Adik sepupuku kehilangan dua kali mama, tanteku itu kebetulan adalah mama kedua dari adik sepupuku dan mama kandungnya adalah kakak kandung dari tanteku itu, dan itu juga membuatku sangat terpukul. Aku juga mengalami banyak hal ketika aku kuliah di rantau. Aku yang lugu, tidak tahu cara bergaul, mendadak mengenal alkohol dan dunia malam, walau memang dalam batasan-batasan yang wajar, hanya saja 'sekedar mengenal' pun bisa dibilang tidak wajar bagi seorang gadis rumahan sepertiku.

Aku memilihnya karena ia memiliki rasa duka yang sama denganku, masa lalu yang tidak jauh berbeda denganku, dan sisi dalam yang tidak diketahui orang lain (sama seperti diriku). Sedikit kecewa ketika ia membatasi pergaulanku dengan orang-orang di masa laluku, yang sebenarnnya hanya aku anggap sebagai 'bagian masa lalu' walau memang silaturahmi tidak ingin kuputuskan begitu saja, namun kemudian aku bisa menerimanya sebagai bagian dari kelemahannya, karena aku menyayanginya, dan aku percaya seiring dengan waktu ia bisa berubah, setelah ia menyadari wanita seperti apa aku sebenarnya dan bagaimana perasaanku sesungguhnya terhadapku.

Kedewasaan ini ... aku dan dia sama-sama dewasa kini ... aku sudah memutuskan untuk menjadi bagian dari hidupnya kini dan berharap menjadi bagian dari masa depannya kelak, begitupun yang ia harapkan dariku. Karena kini ... masaku dan masanya ... sudah bukan cinta-cintaan ...

Jumat, Desember 02, 2011

Sudah jatuh tertimpa 'adik ipar' ... ya sudahlah ...

Lima hari yang lalu aku mendapat kabar dari papaku bahwa adik lelakiku satu-satunya akan menikah. Tentu saja agak sedikit mengejutkan mengingat adik lelakiku itu belum memiliki penghasilan tetap dan usianya masih sangat belia, dalam artian ia belum siap lahir bathin. Calon istrinya pun tidak jelas aku dan keluarga ketahui, dari negri antah-berantah mana ia berasal. Cerita demi cerita mengalir dari papa bahwa pacarnya dalam kondisi hamil dua bulan. Hati sedikit bertanya mengingat adikku itu berbeda kota dengan pacarnya.

Berbagai jalan 'pembuka pikiran' telah dilakukan oleh mami dan papa untuk mengingatkan kepada adik lelakiku itu tentang perempuan yang akan jadi istrinya, namun adikku telah sangat yakin dan percaya seperti apa perempuan yang tengah jadi pacarnya itu. Akhirnya mami menerima dengan lapang karena adikku sudah yakin akan pilihannya dan yakin akan anak dalam kandungan pacarnya itu. Adik lelakiku itu bukanlah adik kandung, ia adalah anak yang kami adopsi dari sebuah rumah sakit atas permintaanku ketika usianya baru 15 hari setelah dilahirkan, karena sang ibu yang ditinggalkan oleh suami tidak sanggup membiayainya.

Tentu saja bukan hanya mami dan papa yang pusing dengan calon mantu dan calon cucu, tetapi aku pun pusing dengan kehadiran calon adik ipar dan calon ponakkan, terlepas dari hal langkah-melangkahi, sesungguhnya aku merasa keberatan akan hadirnya calon adik ipar yang sedang hamil. Mengingat adikku itu sekedar pulsa pun masih sering menodongku, makan di warung pun masih sering aku traktir. Ini akan menjadi 'pernikahan dini' yang kurang menyenangkan bagiku, tentu saja. Akhirnya aku menegaskan pada mami dan papa, "Ini adalah perbuatan adikku, jadi sepenuhnya aku lepas dari tanggungan apapun.", dan mami menyetujuinya.

Dua hari yang lalu adik lelakiku itu pulang dari Samarinda, ia membawa calon istrinya itu serta. Ia menghampiriku ke dalam kamar dengan cengiran yang bagiku 'nggak banget', sibuk menarikku untuk keluar dari dalam kamar untuk menghampiri calon istrinya itu, dan aku mengusirnya keluar dari kamarku. Rasanya menyebalkan melihat tampangnya yang tanpa rasa bersalah itu.

Esoknya aku berusaha mengorek informasi pada papaku sepulang kerja. Bertanya tentang pacar adikku itu, seperti apa dia. Dari papaku aku mengetahui bahwa pacar adikku itu kos di Samarinda sementara mamanya berjualan di Kutai, dan papanya pergi meninggalkannya dan mamanya. Sedikit simpati memang mendengar ceritanya. Tapi aku bukan tipe yang mudah diperdaya oleh orang lain. Dan kata papa, menurut cerita si Icha (nama pacarnya adikku), dokter bilang kalau detak bayi dalam kandungannya lemah.

Asyemmm, sedongkol-dongkolnya aku pada adikku, tapi aku bukan tipe yang cukup tega untuk menelantarkan seorang wanita yang sedang hamil. Akhirnya aku berkata dalam hati dengan pasrah, "Apapun yang akan terjadi,...ya sudahlah...".