Kamis, Oktober 22, 2009

'Mangga belakang rumah'

Tak ada yang istimewa sebenarnya dengan mangga di belakang rumahku maupun dengan judul di atas. Hanya saja, setiap membayangkan mangga belakang rumahku itu, rasanya air liurku menggenang di bawah lidah. Di belakang rumahku terdapat banyak banget pohon mangga, sebatang pohon rambutan, sebatang dua batang pohon jambu, pohon pepaya, pohon pisang, ubi jalar, singkong, sukun, dan sebagainya. Bukan karena rumahku di desa nun jauh di sana dari perkotaan, bukan pula karena rumahku di tengah hutan,...hanya saja, kakekku tersayang sejak jaman dahulu kala memiliki tanah luas di tengah kota dan beliau seumur hidupnya dipenuhi dengan kerja dan kerja.

Kakekku adalah seorang Komandan Airud pertama KalTim dan seorang yang mengabdi pada negara sebagai polisi sampai hari pensiunnya. Beliau juga seorang yang sangat menyukai bertukang dan berkebun. di waktu senggangnya dulu, beliau membangun rumah-rumah kayu dan menanam berbagai macam tanaman. Tanah yang kami tinggali juga merupakan bagian dari tanah kakek dulu, dan posisinya tepat menghadap ke jalan besar.

Begitulah, karena hobi kakek yang menyukai bercocok tanam dan bertukang, kakek bisa menikmati hasil uang kontrakan dari 6 rumah bangsalnya selain hanya bergantung pada uang pensiunnya, disamping itu, kami (anak dan cucunya) bisa menikmati hasil pohon buah-buahan dan tak pernah takut kehabisan makanan deh istilahnya. Bangga banget deh punya kakek seperti kakekku, walau dikalangan anak2nya, kakekku adalah seorang yang pemarah dan tegas, untungnya tidak begitu bagi para cucu. (Pengarang lagi senyum-senyum sendiri nih sambil memikirkan mo nulis apa lagi...)

Nah, tadi sekilas latar belakang sampai terjadinya suasana rindang di sekitar rumahku, sekarang lanjut lagi mengenai mangga favorite-ku itu. Aku tinggal di Bali selama lima tahun, merantau untuk menempuh ilmuku di sebuah kampus panas di puncak bukit kawasan Nusa Dua. Aku yang sangat menyukai buah-buahan, terutama pencok atau rujak dan semacamnya, tentu saja langsung mencicipi rujak Bali (baik rujak gula maupun rujak kuah pindang). Mangga yang dibuat rujak di Bali, adalah mangga yang masih sangat hijau dagingnya. Bagi mereka yang sangat takut dengan rasa asam, pasti langsung ngilu melihatnya. Untungnya aku tidak. Aku coba aja dan ternyata mangga Bali tidak ada rasa asam, tawar biasa namun ada sedikit aroma mangga. Didaerah manapun aku makan rujak Bali atau membeli mangga di pasar, selalu dapat mangga yang serupa.

Sekali waktu, aku ingin sekali makan mangga yang seperti di belakang rumahku, aku cari keliling Bali, baik di pasar maupun supermarket (bukan karena ngidam lowh), tapi tak juga aku temukan. Mangga favorite-ku itu adalah mangga kampung biasa sebenarnya, bukan sejenis gadung, golek, kuini, maupun manalagi yang sangat ranum. Mangga itu adalah mangga yang walaupun amat sangat kuning, tetap ada sedikit rasa asam (yang tidak mengilukan) dan full serat. Duh, ngiler nih gara-gara nulis blog soal mangga yang satu ini. Yang aku dapat malah Wani, sejenis mangga yang warnanya putiiih sekali (mungkin ini yang di sebut mangga susu oleh guru SMAku dulu), namun rasanya jauh berbeda dari mangga impianku.

Waktu SMSan sama papaku (masih ketika aku masih di Bali), aku sempat mengatakan kangen sama mangga belakang rumah. Selang beberapa hari, aku menerima paket dari papaku yang isinya itu mangga belakang rumahku, duh senang banget.

Saat ini aku sudah bekerja, dan untuk menghemat uang gajiku, setiap hari aku bawa sangu makanan dari rumah. Mamiku tersayang yang setiap pagi repot mengurusi sangu makanku untuk bekerja (sementara aku masih mandi). Sangu makanku itu dikemas di rantang dua susun, yaitu rantang yang paling atas selalu berisi lauknya, nasi dibungkus sama bungkus nasi (kebetulan mami punya banyak bungkusan nasi karena sempat punya warung makan), kemudian rantang yang di bawah berisi dessert, dan selalu ada surprised setiap harinya. Lauknya bisa ayam goreng tepung, ayam goreng mentega, ikan tuna balado, telur orak-arik, telur masak habang, udang goreng tepung dan sebagainya. Kemudian untuk dessert-nya, awalnya sih simple saja, timun diiris-iris direndam gula, lombok dan garam. Kemudian belimbing yang dipotong-potong, direndam gula-garam-lombok juga (di halamanku terdapat pohon belimbing yang selalu berbuah setiap harinya). Sampai aku menemukan 'mangga belakang rumahku' didalam rantangku sebagai penutup makan siangku.

Memang tak ada yang istimewa dengan mangga itu, bahkan dengan cerita ini sebenarnya, hanya saja, dengan menuliskan blog ini, aku bisa mengungkapkan kecintaanku pada 'mangga belakang rumah'ku itu. So yummy!!!

1 komentar: