Rabu, Januari 13, 2010

Jenjang sosial di dalam rutan

Miris rasanya menyaksikan cinta kasih seorang ibu terhadap Sheila Marcia. Seorang anak remaja biasa yang nekad merantau ke Jakarta seorang diri tanpa restu, hingga benar-benar cemplung ke dalam glamour dan tekanan kehidupan di dunia selebritis sampai terjerat oleh obat-obatan terkutuk.

Menemukan anak gadisnya di dalam tahanan ketika itu, membuat hati ibunda Sheila Marcia, yaitu Maria Cecilia Joseph, dilanda pilu. Dengan setia sang bunda menunggu waktu besuk di luar tahanan, bahkan menyewa kamar kos yang sederhana di dekat rutan, sementara kakak lelaki dan ayahandanya masih marah dan terpukul oleh ulah Sheila, sehingga seolah-olah tidak peduli padanya.

Teringat ibunda Sheila yang setengah memohon kepada pihak rutan agar boleh memberikan Sheila sebuah kasur lipat yang tipis (sang ibu menenteng kasur itu di depan rutan) sekedar buat alas tidur anak gadisnya itu, dan permintaan tersebut ditolak mentah-mentah karena memang bisa menyalahi prosedur.

Peristiwa cinta kasih antara ibu dan anak yang pada masanya diulas setiap hari oleh infotainment itu membuat kita teringat kembali sehubungan kamar sekelas hotel bintang tiga milik Ayin di dalam rutan yang baru-baru ini terkuak. Mengapa ada perbedaan yang begitu hebat antar penghuni rutan?

Antara Sheila Marcia dan Ayin, belum lagi ada Lidya Pratiwi di dalamnya, juga penghuni rutan yang lainnya, dimana mereka semua sama-sama sedang menjalani hukuman atas kesalahan yang mereka perbuat sendiri. Yang maling hp dan korban narkoba saja tidur di lantai yang dingin beramai-ramai, apalagi mereka yang berbuat kesalahan yang lebih besar, seperti maling uang rakyat, bandar narkoba, pembunuh, dan sebagainya? Nah lowh, bukan malah dapat perlakuan istimewa.

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Terpuruk

Hati yang gundah-gulana
Sudah tersurat sepi selalu beserta
Hati yang hampa berharap
Sanubari mengisi kekosongan jiwa

Perasaan tidak untuk dihargai
Dicaci dan dihina aku dapat
Terpuruk dalam kesendirian
Sepi dan hampa aku benci

Apa daya hati tak sampai
Apa sanggup mulut berkata
Kasih terkubur dalam-dalam
Tetap menjadi tak berharga

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Psikiater...tolong...

Tolong...tolong ampuni aku...aku tidak gila...
Tolong...tolong jangan siksa batinku...aku tidak bodoh...
Sakit...sakit...aku sakit...
Perih...perih...hatiku perih...

Aku butuh Tika Bisono...
Aku butuh Rose Mini...
Aku sakit hatiku perih
Tak berdaya selalu dicaci

Mami...kenapa selalu merendahkan diriku...
Memukul kepalaku sesuka hati dengan bermaksud bercanda
Saat aku sedang tidur-tiduran di sampingnya menonton televisi
Tidak pelan, dan kepalaku sakit...

Papa...kenapa selalu mendukung apapun yang diperbuatnya
Aku balas memukul lengan mami (pura-pura bercanda juga)
Kata papa mami boleh berbuat apapun sesukanya kepadaku karena ia yang melahirkanku
Tapi kepalaku sakit hatiku perih

Aku bodoh aku gila aku idiot (lagi-lagi bercanda)
Kata-kata yang terlontar puluhan tahun
Sampai sudah meyakinkanku
Aku memang seperti itu

Aku menangis sendiri di dalam kamar
Karena kepalaku sakit
Karena hatiku perih
Karena tanganku tak berdaya

Aku berteriak dalam hati
Rasanya kepalaku mau pecah
Kujambak rambut agar sakitku reda
Tapi hatiku belum juga tenteram
Aku butuh psikiater

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Minggu, Januari 10, 2010

Berharap mendapat benefit dengan menjadi yang bonafit

Memang berbeda dunia kerja dengan ketika masih duduk di bangku kuliah. Dosen selalu memberikan kesempatan mahasiswanya untuk bertanya, dan yang paling sering bertanya justru menjadi yang paling diperhatikan (dalam artian positif) di dalam kelas.

Saat menjadi seorang pegawai kantor, aku adalah seorang yang paling reseh, dari dulu sampai sekarang, sekiranya begitulah anggapan dari atasanku maupun rekan-rekan kerja. Maklum, tiada hari tanpa bertanya, mengingat pekerjaanku sebagai Customer Service (CS) yang menyangkut kepentingan orang banyak.

Seperti ketika aku masih bekerja di sebuah perusahaan provider telekomunikasi, mungkin aku menjadi yang paling bodoh di mata atasan karena selalu bertanya. Pada kenyataannya, dalam hal meng-handle pelanggan, semua rekanku yang telah bekerja terlebih dahulu daripada aku selalu bertanya padaku jika menemukan permasalahan yang tidak dapat mereka pecahkan, dan aku yang berhasil mencarikan jalan keluarnya. Tapi atasan tak pernah tahu, karena rekan-rekan kerjaku segan bertanya pada beliau. Begitulah susahnya kalau atasan kurang berbaur dengan anak buah, sehingga beliau tidak pernah tahu apa saja yang kami kerjakan di garda depan.

Setelahnya, lagi-lagi sebagai CS dan di bidang perbankan, bidang yang masih sangat asing bagi aku. Begitulah, kejadian terulang lagi, sepertinya para atasanku menganggap aku reseh dan sangat bodoh, karena sulit sekali menghentikan mulut untuk bertanya. Bedanya dengan atasan di kerjaanku sebelumnya adalah atasan langsung kami di sini cukup berbaur dengan anak buah, hanya saja tak kurang-kurang dia membentakku. Dan kemudian, selalu saja aku yang salah di matanya.

Padahal menurutku, gaji yang aku terima tidak sebanding dengan apa yang telah aku lakukan, belum lagi peraturan lembur yang walau telah dihapuskan tetap membuatku menjalankan tanggung jawabku di hari itu hingga over time. Ditambah lagi request yg hampir tiap hari untuk meeting seusai jam kerja. Dan satu lagi, ikatan kontrak dengan pinalti yang besarnya 4 kali dari gaji, padahal tidak mendapatkan benefit apapun (tak ada training khusus ke luar kota, dsb).

Rekan kerjaku bahkan tidak peduli ambil langkah seribu melanggar kontrak kerjanya begitu saja demi pekerjaan lain yang menawarkan sesuatu yang lebih, dan mengabaikan begitu saja masalah pinalti, karena ia mengetahui betul bahwa 'pinalti' melanggar peraturan disnaker. Sementara aku, masih melaksanakan tanggung jawabku, melamar di perusahaan lain tidak aku lakoni, walau teguran tak pernah tak aku terima dalam satu hari.

Berharap mendapat benefit dengan menjadi yang bonafit? Apa mungkin? Sudahlah, aku jalani saja dulu sambil berharap mereka yang 'lebih tinggi' tidak buta lagi dan bisa melihat pegawai yang masih loyal, dan bisa membimbing dengan sabar, apalagi hanya mampu mengikat dengan imbalan segitu.

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com