Jumat, Oktober 23, 2009

Akibat proses Western Union

Kemarin seorang warga negara Australia datang kepada saya untuk menguangkan kiriman Western Union dari seorang kerabatnya. Kebetulan kondisinya adalah dimana supervisor kami di divisi CS sedang cuti, sedangkan untuk memprosesnya, hanya ia yang berwenang menanganinya, dalam artian untuk login dan sebagainya. Sebenarnya seorang rekanku sudah memberi-tahuku untuk menolak nasabah yang bertujuan untuk Western Union (WU), namun disamping aku ini seorang yang pelupa, aku juga merasa sedikit lucu kalau menolak nasabah dengan alasan atasan sedang cuti (tapi rupanya maksud rekanku adalah menolak dengan alasan sistemnya lagi error).

Akhirnya belagak seorang pahlawan kesiangan, aku menerima nasabah Australia yang berniat mengambil kiriman uangnya dari Maryland melalui WU tersebut. Dibantu dengan supervisor pengganti yang merupakan Area Operation Manager Back Office, sebut saja namanya Ibu Irene, kami mengirimkan form yang sudah diisi oleh si bule melalui alamat imelnya ke supervisor CS kami di cabang lain untuk memproses penerimaan uang (maklum, sebagai CS kami tidak memiliki imel sendiri). Lama diam di Back Office menunggu balasan dari cabang lain, ternyata kabar yang didapat adalah koneksinya mengalami gangguan. Selang sekitar setengah jam kami menunggu, akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan proses WU ini.

Keluarlah aku menghadapi si Mr Smith (bukan nama sebenarnya). Aku memohon maaf atas ketidak-nyamanan yang sudah terjadi dan memintanya untuk datang ke kantor cabang kami yang lain atau mencobanya di bank lain. Masih dalam keadaan menjelaskan dan memohon maaf, Ibu Irene keluar dan berkata kalau kondisi di kantor cabang sudah bisa konek ke WU dengan nilai rupiah setelah dikurskan adalah sekian-sekian. Seperti tidak konsisten memang, kami menawarkan bantuan kembali pada Mr Smith mengenai WU-nya, kembalilah Ibu Irene menghubungi ke kantor cabang untuk meneruskan transaksinya.

Mr Smith berasal dari Auckland. Sambil menunggu kabar proses penerimaan WU-nya, aku mengajak Mr Smith ngobrol. Aku bercerita padanya kalau aku mempunyai saudara jauh yang tinggal di Gold Coast, "She said that it's a nice place.", kataku sok akrab. Si bule tersenyum, "Yah, it's a very nice place.", katanya menambahi komentarku tadi. Rumahnya berseberangan dengan Bond University, ceritaku sok tau, maklum...saudaraku itu mengirimkan banyak sekali foto keadaan tempat tinggalnya di Gold Coast. Dengan dibukanya pembicaraan, Mr Smith jadi ikut bertanya mengenaiku, entah mengenai keluargaku, pekerjaan papaku dan sebagainya. "My father have a boarding house.", ceritaku padanya. "Good", sahutnya. "Do you visit Balikpapan with your family?, tanyaku lagi. "No, just by myself.", sahutnya. "Ouw, where do you stay?", semakin seru aku bertanya. "Le grandeur.", katanya sambil melirik jam tangannya.

Sebenarnya pembicaraan pribadi adalah sangat tidak profesional, tapi mungkin menawarkan produk kami padanya juga hal yang tidak mungkin karena tanda pengenal yang Mr Smith miliki hanyalah passport karena ia hanyalah seorang businessman yang melakukan kunjungan bisnis ke Balikpapan. Lagipula melihat Mr Smith yang tampak mulai bosan, aku berpikir harus menciptakan pembicaraan semenarik mungkin dengannya.

Mr Smith menanyaiku "Are you married?". "Not yet.", sahutku sambil tersenyum. "Your age?", tanyanya, "dua puluh?", sambungnya lagi. Rupanya Mr Smith tahu sedikit bahasa Indonesia. "No, twenty five.", sahutku tersenyum. "Too young.", komentarnya sambil tersenyum. Entah kalau yang mengatakannya seorang bule adalah tulus dari hatinya ataukah kalimat hiburan seperti kebanyakan orang Indonesia menggunakannya, heheee...maklum, di usia 25 aku memang belum pernah menikah.

Mr Smith mengingatkanku pada kegilaan aku dan kawan-kawanku sewaktu bersama kuliah di Bali selama 5 tahun. Awal menginjakan kaki di Bali, bak turis nyasar, aku bersama kawanku yang sama-sama merantau dari Balikpapan, hampir setiap hari menyusuri pulau Bali berboncengan dengannya diatas kanzen (jenis motor matic yang ukuranny cukup besar). Kegilaan kami adalah dengan bule, walau saat itu hanya tahu sepatah dua patah kata bahasa Inggris, Pe De saja kami tersenyum-senyum yang bener-bener eye contact (alias kedap-kedip nda jelas) dengan bule di jalanan, apalagi yang cakep.

Nah suatu waktu di lampu merah menuju Sanur, motor kami berada tepat di samping mobil dua orang bule. Bule tersebut tersenyum pada kami, dan ga mungkin banget gitu lowh kalau kami ga membalasnya, begitulah sekiranya pikiran kami berdua saat itu. Ntah mereka berdua ada mengobrol sesuatu yang ga gitu jelas kami dengar, tapi sambil tetap melihat ke arah kami. Tampaknya ada juga yang ingin mereka sampaikan pada kami. Sementara kami masih tetap dengan senyuman termanis kami. Ga begitu lama, kedengaran di sela-sela pembicaraan sang bule, terselip kata Crazy-crazy gitu lah...sebodoh-bodohnya kami waktu itu, kalau sekedar kata Crazy...ya ngertilah...

Setelah lampu hijau dan motor kami mulai jalan. Kami mulai ngerumpi mengenai si bule tadi, pas nih sepasang, canda kami waktu itu. Sudah sekitar lima menit kita berpisah dengan si bule-bule tadi, barulah kami sadar kalau lampu motor kami menyala terang benderang di sore hari itu. Saat itu belum ada peraturan untuk menyalakan lampu kendaraan di siang hari. "Ya ampyun!" Kata sobatku menyadari kebodohannya. "Pantasan tadi si bule ada ngomong-ngomong crazy segala, rupanya ngatain kita toh!", kami tertawa terbahak-bahak berdua di jalan raya menyadari kedunguan kami berdua. Kami kira si bule tebar pesona, ternyata mereka bermaksud memberi-tahu untuk mematikan lampu kendaraan kami, tapi kami yang tak mengerti malah senyum-senyum nda jelas kekijilan.

Kembali pada Mr Smith. Sudah terlalu lama menunggu, aku coba menghubungi langsung ke kantor cabang, ternyata kabar yang datang sangat mengecewakan karena belum juga bisa konek ke WU. Akhirnya aku bertanya pada Mr Smith apakah mau di cancel saja karena ia sudah terlalu lama menunggu. Dengan berat hati Mr Smith mengiyakan. Aku merekomendasikan bank yang terdekat dari kantor kami, tapi Mr Smith tidak berminat, ia hanya mau ke bank internasional sehingga aku memberikan alamat kantor cabang kami yang lokasinya cukup jauh dari kantor kami. Cukup tersanjung mendengarnya. Apalagi ia tidak marah dengan kondisi yang ada, ia cukup maklum, dan ia mengatakan senang bisa berbicara denganku.

Sesungguhnya, akupun senang bisa mengobrol dengannya. Ada untungnya juga aku nekad menawarkan jasa untuk membantunya walaupun kemungkinannya ternyata sangat kecil dengan kondisi tanpa spv-ku tersayang. Maaf ya Mr Smith, our walk in customer, nice to meeting you!

Kamis, Oktober 22, 2009

'Mangga belakang rumah'

Tak ada yang istimewa sebenarnya dengan mangga di belakang rumahku maupun dengan judul di atas. Hanya saja, setiap membayangkan mangga belakang rumahku itu, rasanya air liurku menggenang di bawah lidah. Di belakang rumahku terdapat banyak banget pohon mangga, sebatang pohon rambutan, sebatang dua batang pohon jambu, pohon pepaya, pohon pisang, ubi jalar, singkong, sukun, dan sebagainya. Bukan karena rumahku di desa nun jauh di sana dari perkotaan, bukan pula karena rumahku di tengah hutan,...hanya saja, kakekku tersayang sejak jaman dahulu kala memiliki tanah luas di tengah kota dan beliau seumur hidupnya dipenuhi dengan kerja dan kerja.

Kakekku adalah seorang Komandan Airud pertama KalTim dan seorang yang mengabdi pada negara sebagai polisi sampai hari pensiunnya. Beliau juga seorang yang sangat menyukai bertukang dan berkebun. di waktu senggangnya dulu, beliau membangun rumah-rumah kayu dan menanam berbagai macam tanaman. Tanah yang kami tinggali juga merupakan bagian dari tanah kakek dulu, dan posisinya tepat menghadap ke jalan besar.

Begitulah, karena hobi kakek yang menyukai bercocok tanam dan bertukang, kakek bisa menikmati hasil uang kontrakan dari 6 rumah bangsalnya selain hanya bergantung pada uang pensiunnya, disamping itu, kami (anak dan cucunya) bisa menikmati hasil pohon buah-buahan dan tak pernah takut kehabisan makanan deh istilahnya. Bangga banget deh punya kakek seperti kakekku, walau dikalangan anak2nya, kakekku adalah seorang yang pemarah dan tegas, untungnya tidak begitu bagi para cucu. (Pengarang lagi senyum-senyum sendiri nih sambil memikirkan mo nulis apa lagi...)

Nah, tadi sekilas latar belakang sampai terjadinya suasana rindang di sekitar rumahku, sekarang lanjut lagi mengenai mangga favorite-ku itu. Aku tinggal di Bali selama lima tahun, merantau untuk menempuh ilmuku di sebuah kampus panas di puncak bukit kawasan Nusa Dua. Aku yang sangat menyukai buah-buahan, terutama pencok atau rujak dan semacamnya, tentu saja langsung mencicipi rujak Bali (baik rujak gula maupun rujak kuah pindang). Mangga yang dibuat rujak di Bali, adalah mangga yang masih sangat hijau dagingnya. Bagi mereka yang sangat takut dengan rasa asam, pasti langsung ngilu melihatnya. Untungnya aku tidak. Aku coba aja dan ternyata mangga Bali tidak ada rasa asam, tawar biasa namun ada sedikit aroma mangga. Didaerah manapun aku makan rujak Bali atau membeli mangga di pasar, selalu dapat mangga yang serupa.

Sekali waktu, aku ingin sekali makan mangga yang seperti di belakang rumahku, aku cari keliling Bali, baik di pasar maupun supermarket (bukan karena ngidam lowh), tapi tak juga aku temukan. Mangga favorite-ku itu adalah mangga kampung biasa sebenarnya, bukan sejenis gadung, golek, kuini, maupun manalagi yang sangat ranum. Mangga itu adalah mangga yang walaupun amat sangat kuning, tetap ada sedikit rasa asam (yang tidak mengilukan) dan full serat. Duh, ngiler nih gara-gara nulis blog soal mangga yang satu ini. Yang aku dapat malah Wani, sejenis mangga yang warnanya putiiih sekali (mungkin ini yang di sebut mangga susu oleh guru SMAku dulu), namun rasanya jauh berbeda dari mangga impianku.

Waktu SMSan sama papaku (masih ketika aku masih di Bali), aku sempat mengatakan kangen sama mangga belakang rumah. Selang beberapa hari, aku menerima paket dari papaku yang isinya itu mangga belakang rumahku, duh senang banget.

Saat ini aku sudah bekerja, dan untuk menghemat uang gajiku, setiap hari aku bawa sangu makanan dari rumah. Mamiku tersayang yang setiap pagi repot mengurusi sangu makanku untuk bekerja (sementara aku masih mandi). Sangu makanku itu dikemas di rantang dua susun, yaitu rantang yang paling atas selalu berisi lauknya, nasi dibungkus sama bungkus nasi (kebetulan mami punya banyak bungkusan nasi karena sempat punya warung makan), kemudian rantang yang di bawah berisi dessert, dan selalu ada surprised setiap harinya. Lauknya bisa ayam goreng tepung, ayam goreng mentega, ikan tuna balado, telur orak-arik, telur masak habang, udang goreng tepung dan sebagainya. Kemudian untuk dessert-nya, awalnya sih simple saja, timun diiris-iris direndam gula, lombok dan garam. Kemudian belimbing yang dipotong-potong, direndam gula-garam-lombok juga (di halamanku terdapat pohon belimbing yang selalu berbuah setiap harinya). Sampai aku menemukan 'mangga belakang rumahku' didalam rantangku sebagai penutup makan siangku.

Memang tak ada yang istimewa dengan mangga itu, bahkan dengan cerita ini sebenarnya, hanya saja, dengan menuliskan blog ini, aku bisa mengungkapkan kecintaanku pada 'mangga belakang rumah'ku itu. So yummy!!!

Selasa, Oktober 20, 2009

Pelanggan ber-'PRINSIP' dan kawan2nya

Sebagai seorang Customer Service (CS), mengharuskanku bertemu dengan berbagai orang dengan karakter yang berbeda-beda. Walaupun cukup menguras banyak 'tenaga' (bukan dalam hal fisik sesungguhnya, melainkan lebih dalam hal pikiran dan hati...maklum sebagai CS kami dituntut untuk pandai-pandai menganalisa permasalahan yang ada pada para pelanggan kami, juga bersikap tetap sabar dan santun dalm menghadapi mereka-mereka yang emosinya sudah sampai ke ubun-ubun).

Saat ini aku bekerja di sebuah bank, setelah sebelumnya bekerja di sebuah provider telekomuinkasi yang cukup terkenal di Indonesia dengan lokasi kantor pelayanan di Kota Balikpapan. Tetap sebagai CS.

Bekerja di bank saat ini, aku belum begitu banyak mengenal para nasabah karena kebetulan memang baru dua bulan aku menapaki jejak di sebuah bank internasional di Kota kelahiranku ini. Pengalaman bersama para pelanggan aku dapatkan selama bekerja setahun di tempat sebelumnya. Bisa aku mulai ceritaku dengan seorang pelanggan keturunan Tiong Hoa yang memang sudah terkenal sekali di kalangan para seniorku sebagai seorang yang 'berprinsip', heheee...nanti kalian akan tahu bagaimana saklek-nya beliau.

Awal bertemunya aku dengan Mr Chang (sebut saja seperti itu), adalah ketika dia melakukan pembayaran kartu pasca bayar yang ia gunakan sekeluarga, ada sekitar 4 nomor yang menjadi kewajiban dia. Dia datang bersama anak perempuannya yang berseragam eS eM U. Saat melakukan pembayaran, dia membawa bill payment yang dikirimkan dari kantor pusat kami ke alamat penagihannya. Saat aku membacakan tagihan yang wajib dia bayar (terlihat pada sistem kami di komputer), wajahnya yang sudah berkerut-merut tambah merut sambil membandingkan tagihan yang tertera pada bill payment-nya. Ternyata Mr Chang menemukan perbedaan jumlah yang membuatnya sangat tidak puas. Dia memperlihatkan bill payment miliknya padaku dan memintaku konfirmasi kepada atasanku. Berhubung aku merasa masih bisa mengatasinya, aku meminta maaf sebelumnya dan membantunya menghitung seluruh tagihan tercetaknya, sambil menjelaskan padanya tagihannya dan pembayarannya satu persatu dari tanggal yang ada kelebihan pembayaran maupun kekurangan pembayaran sampai tercapainya hasil akhir yang seharusnya.

Ternyata setelah menghitung dan mendapatkan hasil akhirnya. Aku memang menemukan selisih untuk tagihan yang seharusnya Mr Chang bayar. Masing-masing nomor terdapat selisih sekitar Rp.100-Rp.200. Mr Chang berkata penuh kemenangan, "Nah kan? Saya hanya mau bayar sesuai tagihan saya. Bukan masalah nilainya, tapi masalah prinsip."

Akhirnya aku menghadap juga pada supervisor-ku tersayang untuk memintanya melakukan follow up refresh tagihan pelanggan kami tersebut. Setelah dilakukannya refresh, Mr Chang melakukan pembayaran. Belum cukup sampai disitu permasalahan 'prinsip'nya, tagihan Mr Chang yang berjumlah 'sulit' (dalam artian sulit dalam hal angsul-mengangsul), hitunglah tagihannya Rp.129875,-. Agak susah memang mencari uang Rp 25,- di jaman sekarang ini. Aku mengembalikan uangnya hanya Rp.100 karena aku berpikir apalah arti Rp.25 baginya, ternyata Mr Chang menagih kembalian yang kurang. Aku hanya bisa meminta maaf atas ketidak-nyamanannya karena saat ini kami tidak mempunyai kembalian 25 perak, dan berjanji akan menggantinya lain waktu ketika pelanggan datang kembali ke kantor kami. Mr Chang tampak tidak puas, ia hanya menjawab "Sudahlah simpan di sini saja."

Entah kebetulan atau tidak, sebulan kemudian ketika Mr Chang kembali melakukan pembayaran ke kantor kami, kembali lagi aku yang melayaninya, dan kebetulan uang Mr Chang kurang Rp.25, aku sih diem-diem saja, tapi Mr Chang telanjur bilang duluan, "Uang saya juga masih ada kan segitu disini?" (buseeet, inget aja dia, pikirku, padahal aku juga sudah hampir lupa)

Masih dengan Mr Chang, bulan berikutnya ketika ia kembali melakukan pembayaran, uang kembalian yang seharusnya hanya 50 perak, aku kembalikan padanya 100 perak. (Entah berjodoh atau apa, setiap beliau datang, selalu terdaulat untuk meng-handle-nya). Dia hanya berkomentar tanpa menyinggung masalah 'prinsip'nya itu, "Kelebihan uangnya." Ketika aku menjawab tidak apa, tanpa berkomentar ia menyimpan uang kembaliannya dalam dompet. Bukan hanya masalah pembayaran, anak perempuannya tidak pernah diisikan pulsa lebih dari Rp.5000 setiap bulannya setiap dia datang ke kantor kami, walaupun si gadis merengek setengah mati padanya.

Suatu waktu Mr Chang datang, yang meng-handle adalah juniorku yang masih belum menguasai masalah pembayaran. Kelabakannya dia menghadapi pelanggan 'berprinsip' seperti Mr Chang. Saat itu aku sedang ada pelanggan lain. Sempat kudengar Mr Chang berkomentar karena merasa tidak puas dengan pelayanan juniorku tersebut, "Biasanya aku di-handle sama si Acong itu", sambil dagunya ditunjukan ke arahku, "Tapi kelihatannya lagi sibuk dia", sambungnya lagi. Geli juga mendengarnya menyebutku 'Acong', mungkin karena kami sama-sama Tiong Hoa, tapi bukankah lebih pas Amey dan sebagainya kalau untuk anak perempuan? Heheee. Unik memang pelanggan kami yang sangat 'berprinsip' seperti Mr Chang.

Tak ada habisnya kalau pelanggan kami diceritakan satu-persatu. Ada seorang yang berpenampilan lusuh, berambut agak kribo, datang ke kantor kami dengan tujuan menanyakan RBT atau yang biasa juga kita kenal dengan NSP, melepas sendalnya di keset depan pintu kantor kami. Ketika security kami memintanya menggunakan saja sendalnya, sang pelanggan menolak karena menurutnya sendalnya kotor. Ada juga seorang ibu yang penampilannya juga kucel membawa sebuah buntelan dan bertanya panjang kali lebar kali tinggi tak ada ujungnya, dan kadang bertanya hal yang sama (alias yang itu-itu saja). Ada juga seorang ibu yang memang pelanggan kami, hampir setiap hari mengisi pulsa di tempat kami bersama dengan anak lelakinya yang bandelnya bukan kepalang. Entah anak itu melompat ke sana-kemari (sang ibu tidak menegurnya), menghamburkan flyer dan brosur2 kami, sampai pernah jungkir balik di sofa kami sangking grasak-grusuknya. Ada juga seorang pelanggan yang datang langsung menuju mejaku dan menunjuk-nunjuk ke arahku dengan sangat marahnya karena hadiah yang dimenangkannya melalui radio belum didapatkannya selang dua minggu, ia mengira sebelumnya berhadapan denganku, padahal sebelumnya yang meng-handle adalah rekananku. Kata orang-orang sih kami memang hampir serupa sehingga bagi yang belum begitu mengenal kami, bisa tertukar menandai kami.

Begitulah. Menjadi seorang CS kadang makan hati, penuh tekanan, dan sebagainya, namun sesungguhnya banyak hal-hal menarik, lucu dan menyenangkan kalau diingat-ingat lagi. Apalagi berhubungan dengan sosok 'berprinsip' yang memang menyebalkan pada saat itu, tapi membuat geli jika diingat-ingat kembali.

Senin, Oktober 19, 2009

Nafsu bejat (kejamnya dunia)

Astaghfirullah...astaghfirullah...berkali-kali aku mengucapkannya ketika menonton berita terkini dari sebuah stasiun televisi. Seorang pencopet HP dipukuli oleh oknum habis-habisan, bahkan terekam oleh kamera dan ditayangkan. Kurang jelas lokasinya dimana karena aku hanya mendengar samar berita pengantar dari si pembawa berita. Hanya saja, gambar yang ditayangkan membuat jantungku serasa berhenti berdetak. Si pencopet hp di sebuah bus, ketika ketangkap, digebukin habis-habisan di kantor sang oknum. Pencopet yang tak berdaya, hanya tertunduk lesu, baju yang compang-camping (mungkinkah karena disobek-sobek oleh yang bersangkutan?), terus dipukuli (setengah mati, mungkin si pemukul juga kelelahan karena mengeluarkan begitu banyak tenaga, padahal yang dipukuli ga melawan lowh...), tidak cukup memukul dengan tangan...diambilnya sebuah benda besar (entah galon atau apa, tidak jelas karena di blur oleh pihak penayang) kemudian dipukulkannya juga ke kepala si pencopet, tak puas juga...dilemparkan benda itu ke pencopet. Sampai adegan itulah tayangan tersebut dipotong, dan kemudian lanjut ke berita selanjutnya.

Membaca judul tulisan ini, mungkin kalian mempersepsikannya macam-macam. Tapi sebenarnya yang ingin aku sampaikan adalah mengenai 'kegiatan mengumbar hawa nafsu' seperti yang barusan kuungkapkan di atas berdasarkan tayangan kejadian nyata yang baru selesai aku tonton tersebut. Memang dunia ini semakin lama semakin kejam!

Seorang yang mungkin baru pertama kali mencopet, ketangkap basah, kemudian dipukuli massa, diamankan oleh mereka yang berwajib, kemudian kembali dihajar habis-habisan dengan alasan si pencopet ngeles mulu atau apalah itu, kemudian masuk sel, kembali dipukuli lagiii...kira-kira jadi apakah dia sekeluarnya dari sel nanti?

Mereka yang masih awam ataupun sudah mahir sekalipun, ... jika diberi penyuluhan yang baik, pendidikan yang baik, diberi keahlian yang lain (selain sekedar mencopet), diberi kasih sayang-kehangatan yang mereka butuhkan, tentu mereka tidak akan membenci dunia ini (sangat benci) dengan segala isinya dan dapat berjanji pada dirinya sendiri (ataupun pada keluarga dan sanak saudaranya) untuk menjadi orang yang lebih baik.

Akhir-akhir ini sering sekali kita lihat di dunia pertelevisian orang-orang yang mengumbar nafsu bejat mereka untuk menyakiti sesamanya, bahkan hampir tiap hari. Ada saja yang terjadi...entah para geng motor yang berbuat ugal-ugalan dan menyiksa mereka (habis2an) yang berniat gabung dengan klub mereka, atau ulah geng cewek yang menyakiti teman-teman mereka sendiri, entah ospek di perguruan tinggi yang menyebabkan mahasiswa barunya meninggal dunia (entah apa saja yang dilakukan para senior itu), entah guru yang menganiaya muridnya sendiri, entah seorang tahanan di RuTan yang meninggal dunia, dan sebagainya. Adaaa saja!!!

Apa sebenarnya yang menyebabkan manusia saling menyakiti satu sama lain. Mungkinkah karena jiwa yang tertekan yang disebabkan oleh ekonomi yang memang semakin sulit? Ataukan karena tertekan oleh sikap atasan atau senior sehingga melampiaskannya pada sosok lain disekitarnya. Ah entahlah, apapun alasannya...sikap menyakiti seperti itu sama sekali tidak sreg di hatiku. Mungkinkah karena hatiku yang terlalu lembut, jiwaku yang terlalu rapuh, otakku yang rada autis, hingga tidak bisa menerima hal-hal yang semacam itu? Atau memang dunia semakin lama semakin kejam sehingga aku tidak terbiasa mendengar, melihat/menyaksikan yang seperti itu? Ah entahlah.

Minggu, Oktober 18, 2009

Dikira MAKELAR

Sudah lama sekali sejak papa yang seorang kontraktor sipil gulung tikar, perusahaan yang sudah papa bangun dengan susah payah dan sempat mencapai puncak kejayaan terkena efek krisis moneter juga. Dari mobil, emas, semua ludes pada saat itu. Belum lagi pusingnya kami 7 keliling atas hutang bank yang belum lunas. Untungnya keluarga besar bahu-membahu membantu kami sekeluarga sampai akhirnya lunas juga hutang pada bank dan kami bisa menerima sertifikat rumah dan tanah kami kembali (kalau tidak, mungkin kami tidur 'menumpang' tanpa harta satu peser pun. Hanya saja, kami tetap merasa tidak enak dan merasa harus-kudu-wajib membayar hutang kami pada keluarga yang telah membantu kami, disamping itu juga kami butuh untuk membuka usaha lain selain hanya mengkoskan kamar-kamar di rumah kami yang kebetulan memang cukup banyak karena sebelumnya juga cukup banyak keluarga yang menumpang tinggal di rumah kami, justru itu kami sekeluarga berniat menjual tanah kami yang luasnya 7 Hektar itu (bahkan niat banget, heheheee).

Sudah lama banget kami berniat menjual itu tanah tapi belum laku-laku, tau deh kenapa, mungkin banyak juga kali orang susah di Indonesia ini sampe ga mampu beli tanah 7 Hektar (maklum, kami tidak menjualnya separuh-separuh). Teknik menjual jadul mah hanya mouth to mouth kali yaaa alias mulut ke mulut, heheee...kalo ga yaaa paling banter pasang iklan di koran...uda hanya sekali tayang, mahal pula. Untungnya punya tanah itu ya semakin lama harganya bukan semakin turun, melainkan semakin naik, apalagi ternyata tanah kami sekarang masuk dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sebagai Secondary Downtown Balikpapan (pusat kota kedua Balikpapan).

Setelah familiar dengan kegiatan ngenet dan ngenet, saat itu aku masih berkuliah di Bali, bahkan sampai sekarang aku telah bekerja (kembali ke kampung halamanku, Balikpapan yang beriman) aku rajin sekali menampilkan iklan jual tanah di internet, baik melalui iklan baris gratis maupun melalui friendster. Sampai salah seorang tanteku yang selesai membangun rumah barunya untuk dikontrakan juga menitip iklan padaku. Belum lagi jika kamar-kamar kos di rumahku sedang ada yang kosong. Kegiatan pasang iklan tersebut sangat menyenangkan, karena aku adalah seorang yang menyukai menulis dan internetan.

Setelah iklan-iklan terpasang, duuuhhh telpon papaku yang jarang berbunyi, jadi rajin sekali bersenandung, dari yang cuman nanya-nanya sampai yang uda nego ataupun cuman calo, tapi sampai sekarang belum laku-laku juga. Kalau rumah kontrakan tanteku, sekarang sudah berpenghuni, tinggal satu yang belum. Sedangkan kalau sekedar kamar kos, tidak begitu sulit mencari mereka yang membutuhkannya.

Nah, setelah web networking terbaru muncul, apalagi kalo bukan pesbuk alias facebook, aku pikir keren juga nih buat pasang-pasang iklan. Karena facebook jaringannya lebih luas dan lebih mudah untuk saling mengetahui status satu sama lainnya, belum lagi group-group yang juga banyak sekali di dalamnya. Seperti halnya anak-anak pesbuk yang laennya, daku juga banyak membuat photo album (narsis abis), belum lagi sengaja dipilih foto terkeren dari semuanya untuk dipakai sebagai primary.

Setelah memiliki sekitar 2000-an teman, baik dari kalangan temen lama maupun dari mereka yang new comer alias temen baru, akhirnya aku mulai memasang iklan jual tanah baik di update status maupun di group jual-beli. Karenanya, semakin banyak yang add as friend, maupun yang sekedar komen atau memberi pesan. Yang lebih parah, seorang teman me-request-ku sebagai temannya karena mengira aku dan dia sesama makelar tanah, hahahaaa. Malu juga, jadi ga berani komen deh ke dia. Yah, foto uda yang terkeren di pasang bak foto model, eh dipikir makelar tanah, hihihihiiii...tapi mo bilang jual tanah sendiri alias tanahnya papa, tengsin juga.

Belum cukup sampai disitu. Lebaran tahun lalu, ketika temen-temen lama pada ngadain reuinan (tentu saja termasuk aku di dalamnya), eh...seorang kawanku bertanya, "Nis, kamu sekarang agen property ya?" (Ups, bingung dah aku mau jawab apa...)


Sedikit iklan niii:
Kalau ada yang niat punya tanah di Balikpapan (Secondary Downtown), seluas 7 Hektar, hubungin saja papa aku (liat di link iklan yaaa kontaknya) atau bisa komen melalui blogQ ini. Tanpa perantara yaaa Guys !!!
Jika ada yang berminat cari kos juga di tengah Kota Balikpapan, baik AC maupun non HP, bisa juga hubungin ke papaku atau ke aku lewat blog ini. Okeh?