Sabtu, Juli 30, 2011

Mengejar bayangan PRIA PLANET MARS

Aku duduk menatap langit, malam itu kurasakan angin berhembus kencang bertubi-tubi menghantam tubuhku. Tak terlihat bintang, bulan pun hampir tertutup awan. Dinginnya malam ini dan sunyinya jiwa ini, menambah kenistaan diri ini, terisolasi dari kumpulan riuh tawa kebahagiaan.

Sayup kudengar nyanyian pilu hati ini, "Gelap...gelap...aku ingin keluar dari tempat ini...aku takut, aku benci gelap dan sendiri...aku ingin pergi keluar, mencari hati yang lain, agar satu jiwa menjadi utuh...keluarkan aku dari sini...tolong...tolong...sebelum penderitaan ini semakin dalam kurasakan...sebelum nafas cinta pergi membuatku tak bernyawa lagi...tolong aku...tolong aku..."

Malam semakin larut, kurasakan tulang rusukku ngilu tak sanggup lagi menahan dinginnya malam, aku masuk ke dalam rumah, membuat secangkir kopi susu hangat dan mengambil jaketku. Masih beratapkan langit tanpa bintang, tubuhku sedikit lebih hangat walau hatiku mulai beku. Perlahan kuminum kopi yang sudah aku buat itu, demi menghangatkan bagian dalam tubuh ini, mencairkan es yang menutup jantung hatiku.

Kali ini aku mendengar nyanyian sunyi jiwaku, "Dimana kau yang sempat menjadi pelengkapku, bagian dariku. Aku tak dapat bertahan tanpa bagian yang lain. Tanpamu aku hanya sebagian hal yang tak berarti, tak dapat menghidupkan hati yang sudah beku. Bahkan air kesedihan tak mau keluar dari tatapan mata yang hampa. Kemana kau belahanku. Datang padaku, hangatkan hati tuanku, teteskan air mata harunya, ciptakan senyum di bibirnya, agar aku menjadi lebih berarti baginya."

Aku tersentak ketika melihat rintik hujan mulai membasahi balkon kamarku. Sekali lagi aku pandangi handphone-ku, masih sama, sunyi tak menandakan akan ada pesan ataupun telpon masuk. Aku meneguk kopiku hingga habis tak bersisa. Aku membawa Handphone-ku dan bersiap masuk ke dalam kamar, namun belum sempat terlaksana, ia bersenandung menandakan bahwa ada pesan yang sedang mendesak untuk aku baca. Tertulis pada layar, "Maaf.". Nama pengirim: Pria planet MARS.

Aku melepas jaketku, kurentangkan tangan di pinggir pagar, membiarkan hujan membasahi tubuhku, kurasakan hati ini panas, air mata mengalir membasahi wajahku dan hujan menjadi penyempurna basah itu, kesakitan itu, kekecewaan yang bisa terluapkan oleh jatuhnya air mata di pipi. Janji yang diucapkan, ingkar yang yang sudah telanjur terjadi, kata 'maaf' yang sangat mudah terucap setelah penantian tanpa penjelasan. Aku tak dapat mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang sedang terjadi pada diriku, yang aku tahu, cinta ini membuat aku selalu menerima kata 'Maaf' itu, baik puluhan kali, ratusan kali, ribuan kali, bahkan jutaan kali. Khusus buat 'PRIA PLANET MARS'.

Ijinkan aku menangis (Tuhan)

Tuhan ...
Bolehkah aku menangis malam ini ?
Ketika aku baru saja merasa bahagia
Kebahagiaan tak ingin tetap bersamaku
Ia pergi meninggalkan duka khusus untukku

Tuhan ...
Ketika air mataku mulai menetes
Kebahagiaan menghampiri dan menghapusnya
Ketika bibirku mulai tersenyum
Ia menikam jantung hatiku membuat luka yang sangat dalam

Tuhan ...
Dapatkah aku menangis tanpa ijinMu?
Aku ingin bersembunyi dan menangis
Tak ingin diketahui oleh mereka
Tak ingin diketahui olehMu

Tuhan ...
Ingin kurengkuh kebahagiaan
Inginku meneteskan air mata
Bukan karena sakit yang kurasakan
Melainkan karena rasa bahagia tak terkira

Tuhan ...
Akhirnya aku dapat menangis
Terima kasih banyak atas ijinMu
Tak memberiku duka kemudian memanjakan sukaku lagi
Namun duka yang kurasakan sangat dalam membuat air mataku tak berhenti mengalir

Yah, ... Malam ini aku berhasil menangis
Menangis karena kebahagiaan yang tak lekat bersamaku
Karena hal yang sudah aku putuskan sendiri
Yaitu melupakan rasa bahagia itu
Terima kasih Tuhan sudah memberiku air mata, dan pada malam ini adalah diriku yang terkuat seumur hidupku