Sabtu, Juli 28, 2012

Untaian hati seorang Penulis

Lama tidak menyentuh blog saya ini, sudah sejak bulan April, tidak terasa sudah 3 bulan berlalu. Memang benar jika banyak orang berkata, sumber dari sebuah tulisan sebenarnya berasal dari perasaan hati sang penulis sendiri, ... hanya saja cara penyampaiannya berbeda-beda seperti sekedar menulis catatan harian, puisi, sajak, membuat berupa cerpen inspiratif, maupun sebuah novel yang belum menemukan akhir cerita, ...

Saya ... yah, saya kembali menyentuh blog saya ini, ... mau dibilang galau iya, mau di bilang sedih iya, mau dibilang sepi yah memang itu yang sedang saya rasakan saat ini. Penulis menjadi lebih kreatif di kala ia sedang jatuh cinta, di kala ia sedang bahagia, di kala ia sedang patah hati, di kala ia sedang sedih, di kala ia sedang kesepian, ... jadi tetap bersyukurlah seorang penulis jika merasakan salah satu 'rasa' itu meskipun pahit sekalipun.

Entah apa yang sedang saya rasakan saat ini, tak seorangpun dapat mengerti, bahkan jika kekasih saya membaca tulisan saya kali ini, bisa dipastikan ia pun tak dapat mengerti, atau malah tersinggung dan memarahi saya tanpa pernah mau tahu tentang apa yang sedang saya rasakan, tanpa pernah mau memahami dasar dari tulisan saya ini adalah karena saya tidak memiliki 'pendengar' yang baik untuk bukan sekedar menjadi pendengar saja melainkan bisa mengerti saya.

Wanita cemburu itu wajar, ... jika sebagian waktu yang tersita dari kekasih saya adalah untuk teman-temannya, untuk komunitasnya, untuk semua-semuanya selain saya tentunya. Tapi itu menurut saya. Menurut kekasih saya mungkin sebaliknya, kecemburuan saya itu tidak wajar, tapi kecemburuannya menjadi sangat wajar ketika saya lebih asyik dengan kumpulan saya ketimbang dia, seperti saya yang sedang 'gathering' keluar kota bersama dengan rekan-rekan sekantor saya, tanpa pernah mengijinkan saya bersenang-senang bersama teman-teman saya, terus mengganggu saya dengan teror kecemburuannya itu, baginya mungkin itu sangat wajar. Apalagi jika menyangkut seorang sahabat baik saya yang sudah tidak diijinkan bersahabat lagi dengan saya karena cemburu. Astaghfirullah, sesama umat muslim saya menyetujuinya untuk memutuskan tali silaturahmi yang sudah terjalin lama. Dosakah saya? Lagi-lagi saya menjadi yakin sekali tulisan saya ini akan membuat ia sangat marah ketika mengetahuinya tanpa pernah mengerti akan kegelisahan saya sesungguhnya.

Ia adalah seorang mahasiswa S2 Hukum di Jogja. Kami berkenalan sudah sangat lama, ia adalah teman sekelasku ketika kelas 2 SMA di Balikpapan. Pertama kali bertemu kembali dengannya setelah sekian lama, saya jatuh hati dengannya, karena ketegarannya berdiri sendiri di atas kakinya tanpa kehadiran seorang Ibu di sisinya, bekerja keras walau pekerjaan kasar sekalipun, ... jujur, saya bukan seorang wanita yang melihat pria dari sisi materinya ... saya tidak mudah terpesona kepada seorang pria yang tidak saya kagumi, apalagi hanya mengandalkan harta orang tua semata. Saya sangat kagum ia tidak gengsi bekerja mencuci piring di sebuah Franchise Fried Chicken Resto, padahal ia seorang Haji muda yang sedang studi S2.

Setelah kami menjalin hubungan kasih, 6 bulan pertama saya merasakan bahwa ia sangat mencintai dan menginginkan saya. Bahkan ia lebih rela menghabiskan malam-malamnya hanya untuk menelpon saya. Namun entah mengapa, setelah lewat 6 bulan, ia menjadi seorang yang asing bagi saya. Bukan ia yang suka menelpon saya, bukan ia yang suka menanyakan kabar saya, bukan ia yang selalu ada untuk saya (namun saya yang harus selalu ada untuknya), .... melainkan ia yang gila kontes, ia yang rela menghilang semalam penuh tanpa memberikan alasan yang logis kepada saya dan bukti yang akurat, ... Pasti ia akan sangat marah ketika membaca tulisan saya ini dan langsung menyuruh saya menghapus tulisan ini tanpa pernah memahami apa yang sesungguhnya saya rasakan.

Seandainya ia masih yang dulu, ketika saya sedang bersedih, pasti akan merangkul bahu saya dan membiarkan saya menangis, dan berbisik dengan lembut di telinga saya, "Semuanya akan baik-baik saja, perasaan saya tidak pernah berubah.". Bisakah itu saya dapatkan kini? ketika saya protes apa yang saya dapatkan kini selain teriakan dan bentakkan yang memekakkan telinga saya lewat telpon (yah, kami hubungan jarak jauh). Ketika saya diam, apa yang saya dapatkan juga selain bentakkan? Lagi-lagi itu.

Ketika saya memutuskan hubungan percintaan kami, apa yang saya dapatkan selain ancaman? Semua password e-mail dan FB dihack. Namun ketika ia yang memutuskan hubungan percintaan kami dan saya mengiyakan, yang saya dapatkan juga tetap sama. Intinya dia tidak mau lepas dari saya, walau kadang ia sendiri yang mengucapkan kata 'putus'. Hati saya kadang bertanya, apa ia benar mencintai saya atau hanya memiliki maksud tertentu saja? Rasa ingin memiliki yang berlebihan ataukah cinta? Kalau ia membaca tulisan saya ini, ia pasti memvonis saya 'tidak percayaan' tanpa pernah mau tahu dengan alasan saya menjadi ragu. Ada beberapa hal yang perlu ia perbaiki untuk membuat saya selalu percaya padanya. Namun, tak pernah dilakukannya. Ia tak memiliki usaha yang lebih baik untuk membuat saya tetap di sisinya.

Sampai tulisan ini saya publish, belum ada satu pesan singkat darinya yang benar-benar menyatakan ia bersalah karena malam minggu telpon yang dijanjikanya tak kunjung mampir ke ponsel saya, sedangkan ia berkumpul bersama komunitas jalanannya semalam full (sampai pagi), selain kata maaf yang singkat (tanpa embel-embel) dan lanjut tidur (karena sudah bergadang sampai pagi). Saya tahu tulisan saya ini hanya bisa membuatnya sangat marah tanpa pernah mau mengerti isi hati saya, dan saya tahu bukan pelukan kasih-sayang yang akan saya dapatkan darinya dengan adanya tulisan ini melainkan tamparan keras di hati saya.

Seandainya ia tahu ... seandainya ia dapat mengerti ... seandainya ia punya cinta ... seandainya ia tidak menganggap dirinya seonggok barang tak berharga, seandainya ia memiliki kepercayaan diri penuh, seandainya ia seorang yang memiliki tingkat emosi yang berkualitas ... 'Dengan Senang Hati' saya berada di sisinya. Saya akan menjadi wanita yang paling berbahagia. Tertipukah saya?