Minggu, Agustus 07, 2011

Dari jendela kamar saya

Bangunan mini berdinding cet warna cream, beratap seng warna merah, dengan teras yang cukup luas dan teduh di tengah panasnya matahari jam 12 siang di Kota Balikpapan. Saya membayangkan seorang pria berusia hampir 70 tahun sedang membaca koran di teras itu, seorang wanita yang berusia lebih muda sedikit darinya sedang mengobrol di depan televisi bersama seorang wanita berusia sekitar 30an tahun, dan seorang gadis remaja sedang menonton DVD kesayangannya seputar kehidupan remaja Korea masa kini di dalam kamarnya. Sementara seorang wanita tua yang terlihat pucat sedang tidur pulas di dalam kamarnya. Sebuah rumah adalah tempat berlindung dan berkumpul sebuah keluarga. Saya yang sedang asyik bersama 'Cherry', laptop kesayangan saya, sambil sesekali menengok ke arah jendela kamar saya yang tirainya sudah sengaja saya singkap agar saya bisa leluasa mengamati segala sesuatunya.

Saya bisa menggambarkan kondisi keluarga yang berada di dalam rumah mungil itu karena, itu adalah rumah kakek saya, dimana di dalamnya terdiri dari kakek, nenek, tante Nelly, adik sepupu saya si Lini, dan juga nenek kecil saya (panggilan kepada kakak perempuannya nenek) yang memang sedang sakit.

Beralih pada pepohonan yang hijau, membuat hati dan pikiran menjadi sejuk, walau mentari memancarkan cahaya dengan sangat terang membuat peluh pada dahi seseorang tak berhenti mengalir. Pandangan saya tertuju pada pohon pisang yang berada di sudut lapangan di samping rumah nenek. Hijau dan lembut daunnya pasti membuat ulat betah meliuk-liuk di dedaunnya, mencari tempat yang pas untuk membuat sarangnya menyerupai gumpalan kapas dan bergelantungan dengan nyamannya (kepompong), kemudian yang lainnya sudah terbangun dari tidur panjang dan mengepakkan sayapnya yang indah berwarna-warni (kupu-kupu), terbang ke sana ke mari.

Mobil-mobil yang terparkir di lapangan itu seakan teriak kepanasan, merasa lembab dan tak dapat bernapas dengan lapang. Mobil-mobil itu adalah milik beberapa anak kos yang tinggal di rumah saya dan milik orang yang ngontrak rumahnya tante Renny yang lokasinya juga tak jauh dari rumah saya. Ia pasti sudah teriak memanggil-manggil si empunya, "Furqan, engkau puasa berteduh di dalam rumah, bagaimana denganku?", yang lainnya kemudian menyusul dengan keluhannya juga, "Pak Supiyan...bisakah aku ikut tidur bersamamu di kamar ber - AC itu?"

Semakin dekat dengan rumah saya, saya memandang pohon kedondong dengan buahnya yang masih berwarna hijau terang bergelantungan, sementara yang sudah kering berjatuhan di sekitarnya. Di sampingnya berdiri tegak pohon sirsak yang tidak begitu tinggi, dan sangat jarang berbuah.

Mayang, si belang tiga, kucing tercantik di kampung ini tengah mengendap-endap di rerumputan, tampak ia menggendong bayinya dengan moncongnya, entah kemana lagi akan dia bawa bayi-bayinya setelah seminggu berada di teras rumah kami.

Banyak sekali yang bisa dilihat dari jendela kamar saya ini, dan saya lukiskan dengan pikiran saya sendiri, kemudian saya tuangkan dalam bentuk tulisan di blog, hingga kalian yang berkunjung dapat ikut menikmati hasil pandangan dan bayangan saya ini.

Saya sendiri di dalam kamar, bertemankan laptop bernama Cherry, dan pemandangan yang terlihat dari jendela kamar saya sedikit menyingkirkan rasa jenuh dan kesepian dari diri saya. Melihat Mas Rajab dengan wajah lelahnya memarkir taxy bandara, tempat ia mencari nafkah untuk menghidupi anak dan istrinya, melihat seorang ibu yang keberatan membawa barang belanjaan atau apa entahlah, kemudian sang ànak yang masih sangat belia membantunya, melihat seorang pria paruh baya yang lari tergopoh-gopóh di jalanan turun di samping rumah saya tersebut, dan masih banyak orang yang bisa saya amati.

Jendela kamar saya sesungguhnya adalah potret kehidupan saya. Terlihat sangat tenang, namun banyak cerita di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar