Minggu, Agustus 28, 2011

Oom korannya Oom ...

Sibuk jungkir balik mencari remote televisi di kamar saya, mulai menyelidik ke seluruh ruangan sampai guling-guling di tempat tidur (untuk merasakan ada atau tidaknya benda di balik springbed yang cukup tebal), dan kemudian malah menemukannya terselip di belakang laptop yang sedang saya gunakan untuk menulis blog saat ini.

Niat meneruskan menonton acara Mario Teguh Golden Ways yang sempat saya tonton sebentar di ruang keluarga, dan kebetulan memang acara favorite saya dan keluarga, setelah menekan tombol power dan mengganti-ganti channel guna mencari channel Metro TV, saya malah berhenti menekan remote ketika melihat sekilas acara religi yang ditayangkan oleh trans TV.

Tak terlalu mengerti mula cerita, yang saya lihat hanya seorang pemuda yang nampak terburu-buru untuk pergi solat Ied, entah karena telat bangun atau apa, yang jelas ia tampak sangat kewalahan mencari atributnya (peci) untuk pergi solat. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang bocah berusia sekitar 13 tahunan berkulit hitam legam dan berambut keriting (lihat perawakannya seperti orang dari daerah Timur Indonesia) sambil membawa koran.

Bocah lelaki itu sibuk mencegat pemuda yang sedang terburu-buru tadi sambil menawarkan korannya, "Oom, korannya Oom.". Pemuda itu menjawab dengan jutek, "Tidak, saya sedang terburu-buru.". Si bocah masih keukeuh mengikuti pemuda itu sambil menyodor-nyodorkan korannya, "Oom, korannya Oom.". Melihat si bocah terus berada di sekitarnya sehingga membatasi ruang geraknya yang sedang ingin segera sampai ke tujuan, pemuda tadi murka dan membentak si bocah, kemudian meninggalkan si bocah yang masih menyodorkan korannya.

Sesampainya di lokasi solat Ied, si pemuda baru sadar kalau ia lupa membawa sajadah. Tiba-tiba di belakangnya sudah ada bocah berkulit hitam tadi sambil menyodorkan korannya kembali, "Oom, korannya Oom.". Pemuda itu sudah siap membentak lagi hingga kemudian terdiam ketika si bocah membentangkan korannya di lantai, lalu berkata, "Dengan koran ini, Oom bisa melaksanakan solat Ied. Silakan Oom.".

Si pemuda tertegun sejenak namun kemudian bertindak sesuai perkataan si bocah. Sementara bocah itu terus mengamati jamaah solat Ied sambil tersenyum dari belakang. Seusai solat Ied, jamaah saling bersalam-salaman lalu bubaran, si bocah memunguti koran-koran bekas yang digunakan untuk para jamaah solat barusan. Si pemuda menghampiri si bocah lalu meminta maaf, "Maaf ya, saya pikir tadi kamu jualan koran.". Bocah itu tersenyum, "Tidak apa Oom.". "Oh iya, kamu suka opor nggak?", tanya si pemuda itu yang kemudian diiringi dengan anggukan dan senyuman manis si bocah. "Kalau begitu, habis ini kamu ke rumah saya ya, kita makan opor. Sini saya bantu kamu.", kata pemuda itu pada akhirnya sambil membantu si bocah memunguti koran.

Cerita ringan itu membuat air mata saya mengalir tanpa saya sadari. Bukan karena sedih, melainkan karena rasa haru saya melihat akhir yang begitu indahnya. Ketika memiliki awal yang buruk, alangkah baiknya jika berakhir dengan tanpa dendam dan saling memaafkan. Dan kalimat bocah itu, masih membayangi saya hingga blog ini saya tulis, "Oom, korannya Oom.". Karena kalimat itu diucapkan berdasarkan dari hati yang tulus ikhlas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar