Jumat, Oktober 16, 2009

Papa dan Kucing

Papaku seorang sosok yang paling hygiene di rumah. Semua perabotan makan yang sudah dicuci oleh pembantu kami selalu dibilas ulang oleh beliau dan dilap dengan tissue sebelum beliau pergunakan. Sebagai seorang yang tingkat hygiene-nya tinggi, beliau bukan seorang yang terlalu menyukai hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, karena menurut beliau jorok dan hewan-hewan seperti itu hanya meninggalkan kuman-kuman penyakit di rumah kami. Berbeda denganku dan mami yang pecinta hewan peliharaan terutama kucing, hewan berbulu yang manja dan menggemaskan itu.

Tersebutlah seekor induk kucing liar yang sering nongkrong di rumah kami dan menyukai rumah kami sebagai tempat melahirkan yang nyaman dan aman. Mungkin karena aku dan mami yang sering memberinya makan, ia merasa bahwa kami adalah orang-orang yang bisa dijadikan tempat berlindung yang paling aman. Papaku sempat komplain ketika melihat di rumah kami semakin banyak kucing karena si induk kucing melahirkan anak kembar tiga. Di antara si kembar tiga, ada salah satu yang belang tiga, bulunya lebat dan lembut, tapi sayang betina.

Yang dua lainnya ketika sudah berusia beberapa minggu, langsung lepas dari pengawasan dan mungkin sudah menjadi milik orang lain, memang banyak orang lebih memilih memelihara kucing jantan daripada betina, biasanya sih untuk menangkap tikus di rumahnya masing-masing. Si belang tiga yang masih stand by di rumah kami dengan si induk. Kemanjaan si belang tiga yang kemudian kami beri nama Kitty itu membuat kami satu rumah termasuk papa mulai luluh, menyukai dan menyayanginya. Apalagi bulunya yang tebal dan belang tiga itu membuatnya beda dengan kucing-kucing yang lain, ia juga terlihat bersih, aku rajin memandikannya. Maklum, ia dilahirkan dari induk kucing belang tiga loreng-loreng yang berbulu tebal juga. Sistem kerja kantorku yang sistem shift, membuatku tidak bisa memperhatikan Kitty dengan maksimal, jadilah papa yang rutin memberi makan. Namun, sesayang apapun, papa akan berteriak mengusir si induk dan Kitty jika melihat mereka berlenggang dengan santainya di dalam rumah kami.

“Keluar! Keluar!” Kata papa tanpa memperhatikan kalau saat itu rumah kami sedang kedatangan tamu. Jadilah tamu kami terburu-buru pamit pulang karena berpikir papa sedang menyindir mereka. Suatu hari lagi, saat tanteku (adik dari mami) datang dari Samarinda mengunjungi rumah kami di Balikpapan ponselnya berbunyi, “Meong…meong…”, papa langsung berseru, “Loh! Mana dia?! Masuk lagi dia!” Spontan kami tertawaan satu ruangan.

Suatu hari kami satu rumah berduka-cita, Kitty ditemukan mati di halaman rumah kami. Kelihatannya dia keracunan. Mungkin dia menumpang makan di rumah orang ketika sedang kelaparan, sedangkan orang tersebut menaruh makanan tersebut untuk mengumpani tikus dengan racunnya. Kitty yang kebetulan sedang sangat kelaparan, memakannya. Papa sangat menyesal karena terlambat memberinya makanan. Untunglah si induk masih hidup dan sehat.

Setelah Kitty mati, kami memungut seekor anak kucing jantan yatim-piatu yang mengeong-ngeong di depan rumah kami. Kami beri nama Kucrut. Kucrut yang ketika itu kurus dan dekil, sekarang sudah beranjak remaja dan gembul. Kami juga semakin menyayangi si induk karena induk adalah ibu dari Kitty, dan berusaha tidak telat memberinya makanan. Sampai suatu saat si induk bunting lagi dan papa mengijinkannya beranak di dalam rumah kami, tumben-tumbenan kan? Kemudian si induk kembali melahirkan kembar tiga. Anak-anak induk memang bagus-bagus, apalagi salah satunya belang tiga dan betina lagi, bahkan belang tiganya lebih menarik daripada Kitty dulu. Papa sangat memanjakan si induk dan anak-anaknya. Selang beberapa minggu tinggal bersama kami di dalam rumah, rupanya anak-anak kucing tersebut sudah bisa buang air besar. Akhirnya papa mengungsikan mereka semua kembali ke halaman rumah kami. Dasar kucing jorok, begitu komentar papa sewaktu melihat kotoran anak-anak kucing itu.

Akhirnya induk dan anak-anaknya tinggal di halaman rumah kami sambil si induk terus berjagaan jangan sampai kucing-kucing lain mengusik ketenangan anak-anaknya. Bahkan Kucrut sudah sering diserang oleh si induk, padahal Kucrut hanya ingin bermain dengan anak-anak si induk. Kasihan Kucrut.

Suatu sore papa marah besar terhadap si induk, karena papa tidak menemukan dimanapun anak-anak kucing itu berada. Papa pikir induk telah membawa lari anak-anaknya. “Pergi!” Bentak papa sambil menendang si induk. “Kucing tidak tahu diri, sudah diberi tumpangan begitu lama, masih saja bawa lari anak-anaknya!”

Si induk yang tidak tahu menahu apa salahnya tetap tidak mau pergi. Semarah apapun papa, tidak membuatnya takut, ia tetap berusaha kembali ke teras tempat ia tidur-tiduran sebelum papa tiba-tiba mengusirnya tadi. Tiba-tiba, “Meong…” Menyembullah kepala kecil dari bawah sofa teras, ternyata si induk tidak mau pergi karena anak-anaknya masih berada di rumah kami. Aku tertawa geli waktu melihat papa mengelus-elus kepala si anak kucing belang tiga. “Kalau ada mereka, tikus tidak berani dekat.” Begitu kata papa. Kemudian papa kembali memukul si induk ketika si induk mulai menggeram terhadap si Kucrut. Sedangkan Kucrut langsung ngumpet di dalam taman bunga kami.

Keterangan: Photo di atas (kucing putih), adalah photo Kucrut sebelum ia diambil oleh orang yang tidak bertanggung-jawab. Semoga saja walaupun orang itu tidak bertanggung-jawab karena telah mengambil alih Kucrut tanpa ijin dari kami, namun kami berharap ia akan bertanggung-jawab akan hidup dan kebahagiaan Kucrut...itu sudah cukup dan cukup untuk membuat kami rela kehilangan Kucrut serta memaafkanmu...



Kitty in Memoriam (Masih terus mengenangnya)


Anak-anak si induk;Si hitam-putih, si abu-abu (yang meninggal beberapa hari setelah kembarannya, abu-abu juga, meninggal), dan si belang tiga.


Si induk dan bocah belang tiga.

1 komentar: