Jumat, November 20, 2009

Cicak tidaklah lemah !

Hebohnya di televisi mengenai Cicak dan Buaya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Yang lemah dianggap sebagai cicak oleh sekelompok bagian yang menamakan dirinya sebagai buaya. Pertama kali mendengar soal cicak dan buaya (sebelum tahu cerita yang sebenarnya), aku beranggapan bahwa cicak adalah sekelompok bagian yang baik, sedangkan buaya adalah sekelompok bagian yang kerjaannya mendzalimi pihak lain. Ternyata yang dimaksud adalah soal kekuasaan...yang berkuasa adalah buaya, sedangkan cicak adalah bagian yang lemah...menurut para buaya tadi...(menurutku, tetap aja image-nya lebih baik cicak daripada buaya dengan adanya pernyataan seperti itu...hihihiii...yang bodoh siapa ya?)

Sesungguhnya politik bukan bidangku. Hanya saja kenapa aku mendadak membahas soal cicak dan buaya, karena aku selalu saja batal masuk kamar mandi hanya karena ada cicak bertenger di langit-langitnya. Aku memang sangat geli dengan binatang yang satu itu dan kawan-kawannya (melata lainnya). Apalagi jika mereka sedang saling menggoda satu sama lainnya, lalu kemudian saling mencubit dengan genitnya, tindis-tindisan sampai akhirnya salah satunya kalah dan jatuh dengan suksesnya dengan kondisi aku sedang di bawahnya....hiiiii, membayangkannya saja aku jijik.

Baik hidup atau mati, cicak selalu tampak menjijikkan di mataku. Sering kali mereka penyet dengan suksesnya karena kejepit pintu, meluncur dengan hebatnya ke dalam bajuku, ataupun hanya bersenda gurau di langit-langit rumah. Padahal kalau dipikir-pikir lebih dalam lagi, sudah 26 tahun mereka menjadi peliharaanku di rumah, tapi entah kenapa aku masih belum terbiasa dengan kehadirannya.

Seperti ketika aku masih kos di Nusa Dua, kawan sebelah kamarku teriak ketakutan karena seekor kodok berenang dengan santainya di bak mandinya. Maklum, kampus kami berada di Desa, terpaksa kami juga tinggal di Desa, kos terdekat dari kampus. Kodok itu mungkin saja memang bisa manjat pohon sehingga bisa meloncat masuk melalui fentilasi kamar mandi sobatku itu, atau memang ada yang sengaja memasukkannya. Jadilah aku bak pahlawan kesiangan menawarkan bantuan untuk mengusir sang kodok. Kata kawanku itu, "Hebat Anis, berani sama kodok."

Pernah juga kawan lelaki melompat ketakutan karena ada kecoa lari-lari santai di lantai kos-kosan, dengan enteng kuambil pakai tisyu dan kubuang ke halaman. Legalah hati kawanku itu. Tapi itu kalau kodok dan kecoa. Kalau melata's friends? Nah, kalau yang ini, aku ga janji lowh bisa menjadi 'pahlawan' lagi.

Saat aku sedang santai berdua pacarku ke toko buku Tragia (satu-satunya swalayan di Nusa Dua saat itu, sayangnya sekarang uda tinggal kenangan,...uda tutup...), seperti biasa aku melihat di seputaran stationary, dan entah pacarku hanya berkeliling saja. Tapi tiba-tiba aku merasa leherku geli, ternyata kekasihku itu melingkarkan ular karet di leherku (dengan maksud bercanda), langsung terasa dingin tubuhku, spontan aku meloncat dan berteriak. Si doi jadi malu sendiri. Sejak saat itu, dia tahu kalau aku sangat geli terhadap hewan melata walau hanya sekedar mainan.

Kembali lagi soal cicak. Pernah suatu ketika di rumah nenekku, aku membantu adik sepupuku mencari VCD untuk karaokean di tumpukan VCD miliknya. Saat itu aku sedang mengenakan celana joger (celana pantai) yang lebar dan panjangnya selutut. Tiba-tiba seekor cicak meloncat dari tumpukan VCD dan melesat masuk melalui ujung celanaku, spontan aku lompat dan berteriak, cicak yang ikutan kaget kemudian meluncur keluar lagi melalui pinggul celanaku dan bertenger di punggungku, aku langsung berdiri kaku (takut cicak itu masuk kembali ke dalam bajuku) dan berteriak-teriak meminta tolong seseorang agar mengusir cicak itu dari punggungku.

Yang ada di dekatku saat itu hanya sepupuku itu dan tanteku yang sama gelinya denganku, sehingga mereka hanya sanggup menatap dari kejauhan dengan wajah prihatin karena tidak bisa berbuat apapun untuk membantuku. Untunglah adik sepupuku yang satu lagi (yang lelaki) keluar dari sarangnya (ups...kamarnya maksudku), dia keluar membawa tongkat, dan dengan sedikit sentilan saja, cicak itu sudah melompat ke lantai. Aku langsung menepuk-nepuk punggungku seakan-akan kalau masih ada jejak kaki si cicak tubuhku bisa gatal-gatal.

Begitulah kisahku dengan cicak. Hewan yang ditakdirkan hidup dengan manusia ini, justru membuat hari-hariku agak berantakan. Dengan hadirnya di langit kamar mandiku pun bisa membuatku batal masuk kamar mandi dan rela menahan 'panggilan alam' yang saat itu sudah di ujung banget. Sudah berhari-hari penyet di engsel pintu, tak membuat hatiku tergerak untuk mengambilnya dan membuangnya (apalagi menguburnya!), sampai ada papaku yang berbaik hati mau membantu membuangnya (kalau adik lelakiku satu-satunya, tentu saja tak bisa diharap, sama semua binatang yang masuk ke dalam rumah saja ia bisa berteriak ketakutan, dan ia sanggup tidur di ruang tamu kalau ada belalang -semacam cangcorang dkk- masuk ke dalam kamarnya).

So, dengan membaca kisahku tadi, masih bisakah kalian mengatakan bahwa cicak adalah makhluk yang lemah? Tidak! Sama sekali tidak! Cicak bisa membuat seorang 'pahlawan' sekalipun (seperti aku maksudnya), tak berkutik!

3 komentar:

  1. Hihi...samaa...aku juga BENCCIIII sama binatang melata such as: cacing, ulat, kelabang, luwing, ular.
    Tapi ga seberapanya sih sama cicak. Cuek aja dia mo jalan2 di kamarku asal ga dibadanku aja...kan kotor..
    Aku juga ga takut sama kecoa. Tapi koq rata2 cowok takut ya???? ini hal aneh yang harus diselidiki...

    BalasHapus
  2. Hihiiii...iy nih Wa, rata2 cowok takut ma kecoa. Kl aku takut ma semua yang melata tnp kecuali. Ma buaya bukan karena geli, tapi takut beneran, kan ganas. Kl yang lainnya rata-rata geli gt. Aku paling suka sih kucing ma anjing, lucu-lucu sihhh... ^_^

    BalasHapus